Selasa, 15 Oktober 2013

Episede 1 Diary Cinta


Dalam cinta mungkin kepastian sangat dibutuhkan, tanpa ada ikatan terkadang membuat seserang tak bisa menyimpulkan.
Apalagi diary cinta dalam secercah hidup, dalam kurun waktu sepertiga dari umur nabi, belum pernah mempunyai pacar, sungguh mengenaskan, banyak yang terlontar mulut mereka mengatakan.
“sungguh tersiksa, hidup tanpa cinta”
Dan yang paling membuatku tak bisa tidur kata salah seorang temanku
“maaf, aku gak bisa nemenin kamu jomblo selama ini” dengan terbahak-bahak mulutnya mengunakan kiasan.
Akupun hanya diam saja, sabab bagiku memang untuk pengelakan yang satu ini susah, mau ngaku punya pacar malu, alasanya pasti mereka langsung respek
“mana nomer telphonya ?”
“mana photonya ?”
 “mana rumahnya?”
Dan lain-lain, yang membuatku semakin sial tak terkira.
Sebenarnya, bukan hati ini tak punya cinta, atau tak maulah persamaan pacaran, permasalahanya si do’i tak pernah tau apa yang ku rasa, dan si do’i pun anehnya tak mau tau, sungguh tragis.
Dari sejak menginjak Sekolah Dasar, aku pernah jatuh cinta namanya Intan orangnya manis, cantik dan satu lagi kalem sehingga membuatnya nampak sempurna.
cinta pertama itu kandas, bukan karna ditolak atau di diacuhkan, pasalnya untuk ngungkapin saja hati ini tak bisa, meskipun canat-cenut tak menentu tetep aja ku tahan, agaknya kali ini aku gak pede, dia sendiri ku anggap wanita paling cantik di kelas, saingannya bukan hanya satu kelas, bahkan kakak kelas SMP ikut naksir dirinya. Dari anak kontraktor sampai anak koruptor ikut-ikutan menjadi batu sandungan.
Pernah sih, dulu ada respon waktu ia memberiku senyum saat sama-sama nyontek PR milik temanku Dicki, salah satu anak guru, yang lumayan top otaknya.
“nyontek !” katanya padaku
“ia,sama dong ?” balasku
“bedalah ?”
kaget juga dengernya
“kok bisa ?”tanyaku sedikit terhentak
“beda, aku gak pernah tinggal kelas, sedangkan kamu pernah gak naik kelas” jawabnya culas
Bagai mendengar guntur telinga dibuatnya, apalagi saat ku lirik mukanya yang kusam
*
  Lulus SD, membuatku galau dengan jenjang seterusnya, apalagi ayahku memaksa agar aku mau meneruskan di Mts lembaga yang berbasis agama, agar kiranya aku dapat menjadi orang yang baik, tapi permasalahanya maksud beliau tak tersalurkan secara baik
“Kalo. Mau nerusin di Mts jangan di SMP ?” tegas beliau sembari bola matanya melotot
“pengenya di SMP Pak.” Belaku, dengan mengumpulkan amunisi keberanian
“kalok di SMP mending gak usah sekolah !” jawab ayah mengeras
Bagai terhanyut glombang stunami rasanya, mendengar kemauan keras ayah, apalagi belum sempat terlontar kata elakan selanjutnya, tangan ini di tarik keluar
“Bodoh, sekolah Mts aja dari pada gak sekolah” bisik kakak kandungku setelahnya
“tapi pengnya di SMP !” balasku seraya ingin kemali memohon pada ayah
“dari pada bernasib sama” jawaban kakaku simpel
Ku lirik mataku menelusuri seluruh bagian tubuh kaka yang aneh ini, jadi teringat kisahnya yang ingin sekolah di SMA  namun ayah hanya mengizinkan di MA (berbasis agama), dan ahirnya kini ia benar-benar tidak sekolah, malahan menjadi PENDEKAR (penderes karet) ulung di desa.
Ciut juga nyali bernasib sama, ahirnya dengan setengah hati ku terima tawaran sekolah di Mts.
Hari-hari ku lewati seperti biasa, ada siang ada malam, ada menatari juga ada bulan tapi kebiasaan itu membuatku lagi-lagi jatuh cinta, tapi kali ini pada orang yang kulihat sama-sama ada cinta.
Aseklah, mungkin harapku memecah telor jomlo sejak kecil akan terwujud, namun perjalanan cinta itu terkadang tak mulus, melainkan seperti jalan sekarang, yang masih ada batu di tegah trotoar yang menghalagi langkah kaki.
Musibah itu hadir saat di kelas ada seorang siswa pindahan, dan duduk di samping kananku
Dengan cipika-cipiki seremonial percakapan, mulutnya tiba-tiba sesaat itu terlontar
“yang duduk di depan itu siapa?” tanyanya lugu
“mana ?” jawabku memastikan orang yang dimaksud
“itu, yang pakek krudung putih?”
“waow, busyitlah namanya Mts pakeke krudung semua sob” terangku padanya
“maksunya yang di krudung ada bunga-bunga kecil” sesaat setelah mengedipkan matanya.
Hatiku langsung muncul di tengah permukaan meja, mendengar orang yang di maksud adalah dia, wanita yang juga yang kuinginkan.
“hoe siapa ?” tanyanya melihatku bengong
‘Ismi, tapi jangan naksir ya ?” hatiku mengisyartkan ancaman
“kenapa, pacar loe ?” terhentak ia mendengar
“bukan” jawabku reflek
“terus ?”
“ya, dia itu banyak yang naksir dari pada nanti patah hati” kataku mencoba menakuti keinginanya
“waow....!!!”
“justru banyak yang naksir itu, dianamakan cantik mam” terusnya mebuatku tercengang.
Berselang beberapa lama, kuliahat hubungan Ismi dan temanku semaikin membaik dan kabar terahir yang ku kenal saat itu mereka menjalin hubungan.
Hingga membuat pudar rasaku, hanya terselib cerita yang tiada arti
*
Karir cerita cintaku tak berhenti sampai disitu, waktu masuk sekoalah SMA hidupku kebali lagi terwarna cinta.
Kali ini lumayan membahagiakan awalnya, bahkan sempat membuatku terasa menjadi laki-laki yang sempurna, masih bernuansa cinta.
Kelas XI , mulai hidup baru, saat aku  menadapat pesan sms yang intinya ada seseorang (teman kelasku) secara terang-taragan mengataka suka.
Mereh merona kebahagiaan langsung tergambar dari senyumku saat membca pesanya
“Q ju2r meskipn ksnya tak span, bhwa q syang ama U”
Pesan itu membuka kertas “jomblo” yang ku rasakan, tak mengira bahwa keadaan dan tingkahku yang selama ini ternyata ada yang meneruh hati.
Ku sambat, henphon secepat kilat
“mksudmu gmn Q gak Ngerti?” kepura-puraanku
Selang beberapa lama ku terima balasan darinya
“CINTA AMA KAMU” tulisnya dengan huruf kapital
Bintang ini kembali bersinar, saat kepastian jomblo akan pudar, tapi sesaat ku bayangkan wajahnya, membuatku tak selera, apalagi tingkahnya gak seperti yang kuharapkan, anaknya centil dan yang mengesalkan lagi sifatnya crewet.
“pasti bikin ribet” kesanku sesaat setelah itu.
Waktu berselang beberapa hari tanpa kepastian, padahal ibarat semudah mengembalikan tangan untuk membuat status baru, Tapi anehnya perasaan bimbang dan was-was terus menghantui dan menghapiriku, apalagi antara dua pilihan ; “jadi jomblo hinanan, atau punya pacar tapi mengesalkan”.
Ahir semester peretama jawaban itu tak pernah ku utarakan, malah perlahan ingatan tentangnya hilang, apalagi ku lihat semakin hari ia semakin menjauh, entah karna bosan atau karna geram.
*
Semenjak itu rasanya sulit jatuh cinta, fokus otak hanya belajar, yang ahirnya kubuktikan sejak kelas XI-XII masa SMA mebawaku menduduki juara pertama dikelas dan juara umum ke-2 di sekolah.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar